Kamis, Desember 06, 2007

REFLEKSI NATAL

"NATAL YANG TIDAK SEKEDAR TRADISI"
(Hasil Refleksi 5 hari di Jayapura)
Oleh: Robert Manaku*

Tanpa terasa hari Natal pun kini datang lagi. Meski, baru memasuki Minggu pertama Desember, namun nuansa Natal itu sudah sangat kental.
Di mana-mana nyanyian; malam kudus sunyi senyap, dari pulau dan benua dan masih banyak lagi lagu yang mulai dikumandangkan. Di pusat-pusat perbelanjaan juga mulai marak dengan ‘perang’ diskon. Hanya satu alasan yakni manyambut Natal 25 Desember 2007.
Begitu juga di Kota Jayapura dan sekitarnya. Tidak sedikit instansi baik pemerintah, swasta maupun kelompok-kelompok arisan sudah merayakan natal 2007. Lantas apa makna sesungguhnya dari natal itu bagi yang merayakannya? Bagaimana pula sebaiknya kita memaknai natal itu?
Yesus lahir dalam kesederhanaan di tempat yang sangat hina. Padahal Dia adalah Raja, yang bisa saja dapat memilih tempat dimana Dia akan dilahirkan. Seperti di hotel-hotel bertingkat. Misalnya jika di Kota Jayapura ada Swissbelhotel yang mewah ataukah hotel berlantai 15 di Jakarta seperti yang saya lihat.
Bahkan lebih dari itu, Dia bisa saja memilih istana yang megah dan penuh keindahan, tetapi sebaliknya Dia justru memilih kandang dengan bau yang mungkin saja menyengat. Dia bisa saja memilih untuk diletakkan di pembaringan yang empuk, tapi Dia justru memilih palungan.
Dia bisa saja memilih sutra termahal untuk menyelimuti-Nya karena Dia Raja dan Tuhan, tetapi Dia membiarkan kain lampin yang kasar dan sederhana membungkus-Nya.
Saat Dia lahir, bisa saja Dia mengundang pembesar dan golongan bangsawan untuk datang melihat-Nya, tetapi Dia justru memilih para gembala sebagai tamu kehormatan!
Kelahiran Yesus itu memang sederhana, bahkan sangat sederhana. Namun anehnya Natal sekarang ini sudah identik dengan kemewahan. Seakan jika tidak mewah, bukan Natal namanya. Kalau anggaran dana Natal tidak membengkak sampai berpuluh-puluh juta, Natal yang kita peringati serasa kurang afdol. Dengan dalih rohani, kita selalu berkata bahwa kita sedang menyambut kelahiran Raja di atas segala raja, sehingga segala pemborosan yang kita berikan tidak berarti sama sekali.
Memang tidak pantas jika kita membuat perhitungan finansial terhadap Tuhan. Namun, apakah benar semua kemewahan itu untuk Tuhan, ataukah sebaliknya untuk memuaskan keinginan kita sendiri? Bukankah sejujurnya kita sungkan dengan tamu undangan yang datang dalam acara Natal kita itu, sehingga mau tidak mau kita akan menyiapkan acara itu semewah mungkin? Padahal bisa saja kita merayakan Natal dalam kesederhanaan tanpa mengurangi esensi Natal itu sendiri.
Jika saja kita bisa menengok jauh ke belakang, tentang bagaimana suasana natal yang pertama di Betlehem, maka itu bisa menyadarkan kita bahwa sesungguhnya natal itu bukanlah suatu pesta pora, hura-hura dan kemewahan yang sia-sia. Natal pertama diwarnai dengan kesederhanaan dan kedamaian.
Beginilah cuplikannya; sementara semua penduduk desa kecil itu sudah tertidur pulas, di suatu tempat, tepatnya di sebuah kandang sederhana, terlihat Yusuf dengan Maria yang sedang menggendong bayi Yesus. Serombongan gembala datang dengan ekspresi yang belum pernah terlihat sebelumnya. Suasana di sana begitu hangat, tenang, teduh dan dipenuhi kedamaian yang tak terkatakan.
Seiring dengan berjalannya waktu, Dua puluh abad kemudian, Natal masih diperingati. Kisahnya masih terus diceritakan. Bahkan cerita Natal itu tampaknya tidak pernah usang. Hanya sayang, kedamaian yang menyelimuti Natal pertama berangsur-angsur hilang. Kini kita memperingati Natal, tapi tak pernah merasa damai. Sebaliknya, Natal tidak lebih dari kegiatan tradisi tahunan yang membuat kita capai. Bahkan kadang kala kita memperingati dengan kegelisahan dan kegalauan dalam hati. Kehadiran ‘Sang Raja Damai’ itu tidak cukup memberi rasa tenang dan rasa aman. Berita kelahiran Juruselamat tidak sanggup menghembuskan rasa damai di hati kita. Tak heran jika Natal tidak begitu berkesan dalam hidup kita. Sama sekali tidak membekas. Bahkan berlalu begitu saja.
Jika kita mau merenungkan lebih jauh, bukankah benar bahwa makna Natal dalam pengertian yang sebenarnya telah bergeser begitu jauh? Makna Natal yang sebenarnya diganti dengan hal-hal lahiriah.
Digantikan dengan pesta pora, hura-hura, dan kemewahan yang sia-sia. Dilewatkan begitu saja, bahkan sebelum kita bisa mengambil waktu sejenak untuk berefleksi.
Alangkah indahnya jika kita bisa kembali ke Natal yang pertama. Merasakan Kristus dalam keheningan, membuat jiwa kita lebih peka terhadap suara-Nya. Merasakan sang Mesias dalam kesederhanaan, menggugah empati kita terhadap sesama yang hidup dalam kekurangan dan kelompok yang tertindas. Merasakan Kristus dalam embusan damai, mengusir jiwa yang gelisah dan galau.
Kiranya natal bermakna bagi anda.
"Selamat merayakan Natal"
*Staf Yayasan Binterbusih

Rabu, November 21, 2007

Bupati "Liar" Perlu Ditertibkan


[Jayapura] – Ketua Komisi A DPRP provinsi Papua Yance Kayame, SH sangat menyayangkan keberangkatan beberapa Bupati Papua ke Luar Negeri. Konon lagi keberangkatan Bupati tersebut tanpa seijin Gubernur. Untuk itu, ia meminta kepada Gubernur sebagai pimpinan daerah tertinggi di provinsi Papua agar menertibkan para Bupati yang keluyuran di luar negeri.Penegasan itu dikemukakan ketua Komisi A DPRP Yance Kayame, SH diruang kerjanya baru-baru ini. Bupati kata Yance tidak boleh seenaknya pergi keluar negeri, sekalipun saat ini Otsus sudah berlaku di Papua. Gubernur sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah, apakah itu Walikota, Bupati dan para pejabat lainnya tidak bisa begitu saja berangkat ke LN, tanpa persetujuan dari Gubernur.Dikatakan politisi Golkar ini, bisa saja Bupati pergi keluar negeri, asalkan ada ijin dari Gubernur, sehingga keberangkatan Bupati tidak sia-sia. Dengan demikian setiap program yang akan ditawarkan kepada investor luar dapat disinkronkan dengan visi dan misi Gubernur.’’Kita bukan melarang Walikota dan Bupati berangkat ke LN, tetapi ada baiknya sebelum berangkat terlebih dahulu memberitahukan ke Gubernur sebagai pimpinan daerah. Dari sini nanti program-program Bupati maupun walikota yang akan dibawa dapat disesuaikan visi dan misi Gubernur,’’ ujarnya. ** Sumber : www.papuapos.com

Rabu, Oktober 31, 2007

Asrama Kokonao Dihibahkan ke Keuskupan Timika

LEMBAGA Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) akan menghibahkan Asrama Putra dan Putri di Kaokanao, Distrik Mimika Barat, Kabupaten Mimika kepada Gereja Katolik Keuskupan Timika.
Sebelumnya pengelolaan asrama-asrama tersebut dikerjasamakan dengan Gereja Katolik Keuskupan Timika, namun untuk pengelolaan lebih lanjut, LPMAK merasa perlu menyerahkan sepenuhnya kepada lembaga profesional. Salah satu lembaga yang dinilai matang dan memiliki segudang pengalaman dalam mengelola asrama adalah pihak Keuskupan Timika.
Rencana penghibaan itu telah disetujui Badan Pengurus dan Badan Musyawarah (BP-BM) LPMAK dalam rapatnya pada Jumat (24/8) dan Sabtu (25/8) lalu. Sekretaris Eksekutif LPMAK, John Nakiaya mengatakan, dengan menghibahkan asrama-asrama tersebut kepada Keuskupan Timika maka LPMAK hanya akan menanggung biaya hidup dari penghuni asrama asal tujuh suku. Sedangkan operasional asrama sepenuhnya menjadi tanggungjawab Keuskupan Timika. Anggota BP-LPMAK, Leonard D Piry menilai keputusan menghibahkan asrama kepada Gereja Katolik merupakan langka yang tepat karena LPMAK tidak memiliki pengalaman mengurus asrama.
Kendati demikian, menurut Leo, gereja juga dikasih otoritas untuk menindak anak anak yang nakal. “Kalau mereka langgar aturan, harus dikeluarkan dari asrama karena asrama merupakan tempat untuk mendidik calon-calon pemimpin masa depan,” tegas Leo.
Hal senada dikatakan Mathias Katagame dan Yohanes Deikme. Kedua anggota BP-LPMAK itu menilai, kemampuan gereja dalam mengelola asrama tak diragukan lagi karena sudah terbukti selama puluhan tahun. Persoalan mendasar yang dihadapi gereja adalah masalah financial.
“Kalau LPMAK akan mensubsidi asrama tersebut melalui pembiayaan terhadap anak-anak Kamoro dan Amungme serta lima suku lain yang tinggal di asrama, itu akan lebih baik lagi,” kata Mathias Katagame.
Uskup Timika, Mgr John Philips Saklil,Pr menyambut baik dan menerima penghibaan Asrama Putra-Putri Kaokanao. Sehubungan hal itu, menurut Uskup John Philips perlu disepakati adanya Memorandum of Understanding (MoU) tentang pembayaran biaya asrama dan biaya pendidikan bagi anak-anak tujuh suku yang menghuni asrama tersebut.
Animo tinggi
Ketika berbicara tentang asrama, awalnya ada keraguan berbagai pihak terhadap kehadiran asrama yang dikelola oleh LPMAK bersama Keuskupan Timika. Salah satunya adalah Asrama Putra Salus Populi yang beralamat di Jln Kebon Siri Timika. Dalam perjalanan pengelolaan asrama tersebut, menurut Uskup Timika, animo masyarakat untuk memasukan anak ke asrama cukup tinggi. Hal itu terlihat dari kapasitas asrama yang tak lagi mampu menampung penghuni asrama. Jumlah anak tiap kamar yang mestinya empat orang membengkak menjadi delapan hingga sembilan anak.
“Ini tidak memadai lagi tapi menjadi sebuah fakta bahwa animo masyarakat untuk memasukkan anaknya ke asrama cukup tinggi,” jelas Mgr John Philips pada pertemuan bersama Sekretaris Eksekutif LPMAK, John Nakiaya dan Kepala Biro Pendidikan, Emanuel Kemong belum lama ini. (thobias maturbongs)

Selasa, September 25, 2007

LKTD Gel. II dan Gel. III



Semarang - LKTD Gel. II berhasil diselenggarakan di Parangtumaritis Lembang, Bandung, Jawa Barat pada tanggal 12 - 16 September 2007 yang diperuntukkan bagi mahasiswa Papua yang sedang studi di bandung, Bogor dan Jakarta.

Dalam pembukaan LKTD Gel. II Wakil Direktur Yayasan Binterbusih Pascalis Abner, SE mengatakan bahwa keberhasilan dalam penyelenggaraan setiap Training di tentukan oleh 5 pilar. 5 pilar tersebut diantaranya adalah Peserta, Tatib, Pendamping dan Fasilitator serta kepemimpinan dalam praktek. Kesemua pilar tersebut saling berkaitan, sehingga training tidak dapat berjalan dengan baik jika tidak terlibatnya satu pilar.

Training LKTD diharapkan dapat membekali mahasiswa agar dapat menjadi manusia Papua yang memiliki jiwa kepemimpinan, memiliki jiwa kemandirian, memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik dan pemimpin yang masa depan Papua yang bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa.

Sedangkan LKTD Gel. III akan dilaksanakan di Susteran GSV Malang pada tanggal 27 - 3o September 2007 yang diperuntukkan bagi mahasiswa Papua yang sedang studi di Malang, Surabaya dan Bali.

Bagi mahasiswa Papua di Malang, Surabaya dan Bali yang hendak mengikuti pelatihan dan membutuhkan informasi lebih lanjut dapat menghubungi Sdr. Egone (024) 70370368. (roman)

Sabtu, September 22, 2007

SEMINAR NASIONAL "MEMERANGI HIV DAN AIDS SECARA TERPADU MEMBEBASKAN PAPUA DARI KEPUNAHAN"

Dari kiri ke kanan: Dr. Nafsiah Mboi SpA, MPH; Pascalis Abner,SE (Moderator);
Drh. Constan Karma; Dr. John Manangsang


Semarang – Kasus HIV & AIDS di Papua pada beberapa bulan terus meningkat, menurut data kasus dari Dinas Kesehatan Provinsi Papua hingga Juni 2007 menunjukkan angka 3377 kasus (HIV = 1870 dan AIDS = 1507).


Ancaman bahaya penyakit HIV dan AIDS bagi Papua yang jumlah penduduknya 1% dari jumlah penduduk Indonesia. Menjadi dasar Yayasan Binterbusih Bagian Kesehatan Masyarakat dan Ikatan Mahasiswa Pelajar Mahasiswa Papua Jogjakarta (IPMAP-Yohayakarta) bekerjasama menyelenggarakan SEMINAR NASIONAL HIV dan AIDS dengan thema : ”Memerangi HIV dan AIDS secara terpadu membebaskan Papua dari Kepunahan” di Gedung UC Universitas Gajah Mada Yogyakarta pada tanggal 21 September 2007.
Hadir sebagai pembicara dalam seminar tersebut diantaranya Dr. Nafsiah Mboi SpA, MPH (Ketua KPAS Nasional), Drh. Kostan Karma (Ketua KPA Papua), Dr. John Manangsang (Anggota DPRP-Komisi E), Bpk. Dominggus Deda (FHI Papua), Siti Soltief (Manajer Kasus RSUD Dok. II Jayapura) dan Leni Dogopia (ODHA).

Dalam Seminal tersebut terungkap bahwa penyebaran HIV dan AIDS di Papua tergambar seperti sebuah gunung es, yang terlihat hanya puncuknya, namun bongkahan gunung es-nya tidak terdektesi dan masyarakat secara umum rentan terhadap penularan HIV dan AIDS.
Jumlah ODHA hingga bulan juli 2007 sebanyak 3377 kasus masih bisa bertambah, hal ini didasari dari estimasi penyebaran ODHA tahun 2006 di papua adalah 29.000 orang, dan menyebar secara merata di hampir semua kota di Tanah Papua. Berikut gambaran estimasi distribusi ODHA di Papua pada tahun 2006.





Melihat situasi seperti langkah apa yang bisa kita lakukan sebagai tanggungjawab moral kita dalam menjaga kelangsungan hidup orang Papua. Setidaknya yang bisa kita lakukan mulai dari diri kita masing-masing untuk tidak melakukan seks bebas dengan berganti-ganti pasangan, jika melakukan hubungan seks baiknya menggunakan kondom tegas Dr. Nafsiah dan tetap setia pada pasangan hidup.

Selain itu Sudah banyak pihak terlibat dalam usaha menekan jumlah HIV dan AIDS namun masiih belum menampakan hasil yang mengembirakan. Disamping itu dalam seminar terungkap juga bahwa telah banyak dana APBD dialokasikan untuk menanggulangi penyebaran HIV dan AIDS namun pada faktanya dana tersebut tidak pernah sampai pada lembaga yang ditunjuk untuk melakukan penangganan terhadap HIV dan AIDS seperti Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Papua. Hal itu disampaikan oleh Drh. Constan Karma seperti yang tergambarkan dalam bagan dibawah ini :

Pada tahun 2004 dana APBD yang dialokasikan bagi penanggulangan HIV dan AIDS sebesar Rp. 3,093 miliar namun yang dikucurkan ke KPA untuk menjalankan program penanggulangan HIV dan AIDS hanya sebesar Rp. 1,402 miliar, untuk tahun 2005 dialokasikan sebesar 1,792 miliar namun realisasinya ke KPA sebesar Rp. 370 juta. Demikian pula pada tahun 2006 walau alokasi dana semakin besar Rp. 6.500 miliar namun realisasinya hanya 356 juta.

Ini menunjukan bahwa semua pihak belum sungguh-sungguh dan serius dalam menanggulangi penyebaran HIV dan AIDS, masih bersifat konvensional, belum ada kerjasama yang baik antara Pemerintah Daerah, KPA, DPRP, LSM dan MAsyarakat walaupun situasi HIV dan AIDS sudah masuk dalam kategori EMERGENCY.

Dengan demikian sudah selayaknya kita bangun solidaritas bersama guna menanggulangi penyebaran virus HIV dan AIDS di Papua secara terpadu.(roman)

Jumat, Agustus 31, 2007

Latihan Kepemimpinan Tingkat Dasar (LKTD) Gel. I di Ungaran

“Pimpinlah Dirimu Sebelum Memimpin Orang Lain



Suatu realita..!!! seseorang dengan kecerdasan atau intelektual yang tinggi belum dapat dijadikan jaminan bahwa orang tersebut dapat memperoleh pekerjaan dalam persaingan dunia kerja dewasa ini. Gejala ini telah terbukti bahwa banyak sarjana yang lulus dengan Indek Prestasi (IP) tinggi tetapi pada perjalanan selanjutnya cukup kesulitan mendapatkan pekerjaan. Kendala itu tentu saja tidak terletak pada nilai prestasi akademik yang dimilikinya, melainkan pada ”kepribadian” seseorang. Karena itu diperlukan nilai plus bagi sarjana hasil lulusan Perguruan Tinggi untuk menguasai kompetensi kepribadian; yaitu kepribadian, kemandirian, kepemimpinan, sikap terbuka, jujur, berintegritas tinggi, bermoral dan beradaptasi dengan lingkungan masyarakat sebagai prasyarat memasuki pasaran kerja di abad globalisasi.
Untuk menyiapkan manusia-manusia Papua yang mandiri, memiliki jiwa kepemimpinan, bersikap terbuka, jujur, bermoral dan mampu berkomunikasi dengan baik, maka pada tanggal 23 – 26 Agustus 2007 bertempat di Wisma Gedanganak Ungaran, Yayasan Binterbusih (Bina Teruna Indonesia Bumi Cendrawasih) yang secara khusus mendampingi pelajar-mahasiswa Papua di Jawa – Bali kembali menyelenggarakan Latihan Kepemimpinan Tingkat Dasar (LKTD) gelombang I bagi mahasiswa/mahasiswi Papua semester 3 – 6 yang tersebar dibeberapa perguruan tinggi di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pada kesempatan tersebut, diikuti oleh 52 peserta, yang berasal dari kota studi Yogyakarta 37 peserta, Semarang 11 peserta dan salatiga 4 peserta. Selama perlatihan berlangsung, peserta disajikan materi tentang Kemandirian, Kepemimpinan, Kesekretariatan, Organisasi. Materi-materi tersebut disajikan dalam bentuk Ceramah, Permainan dan Diskusi Kelompok.
Pelatihan yang sama (LKTD Gel. II) akan dilakasanakan pada tanggal 13 – 16 September 2007 di Padepokan Karangtumaritis Bandung yang diperuntukan bagi mahasiswa-mahasiswi Papua yang sedang menempuh studi di kota studi Jakarta, bogor dan Bandung, sedangkan LKTD Gel. III dilaksanakan pada tanggal 27 – 30 September 2007 di Susteran GSV Malang yang diperuntukkan bagi mahasiswa Papua di Kota Malang, Surabaya dan Bali.
Disamping itu Yayasan Binterbusih masih menyelenggarakan beberapa kegiatan dan training lainnya, seperti : Orientasi dan Adaptasi bagi mahasiswa baru (OMB) yang akan dilakukan pada tanggal 6 – 9 September 2007 di Griya Paseban Semarang dan Latihan Kepemimpinan Tingkat Lanjutan (LKTL) yang akan dilakukan di Susteran Gedanganak Ungaran pada tanggal 4 – 7 Oktober 2007.
Demikian laporan singkat kami berkaitan dengan kegiatan LKTD, OMB, LKTL yang telah dan akan berlangsung. Untuk informasi lebih lanjut mengenai pelatihan-pelatihan tersebut dan kegiatan lain, dapat menghubungi Sdr. Egone Rio (Staff Yayasan Binterbusih) di Telp. (024) 8411752, Fax. (024) 8412278, SMS (024) 70370368 atau dengan mengunjungi website kami di http://www.binterbusih.tk atau http://www.binterbusih.blogspot.com (roman & wiweko)

Rabu, Mei 23, 2007

PROGRAM KERJA


BEASISWA LPMAK
Bekerjasama dengan LPMAK sebagai mitra kerja, menyalurkan beasiswa bagi mahasiswa dan Pelajar penerima beasiswa dari 7 suku di areal penambangan PT. Freeport Indonesia, pembinaan dan pendampingan bagi mahasiswa dan pelajar penerima beasiswa yang berada di Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta, Bandung Jawa Timur dan Bali.
LPMAK juga menyerahkan pengelolaan asrama pelajar Putra dan Putri di Semarang kepada Yayasan Binterbusih.

BEASISWA PEMKAB PEGUNUNGAN BINTANG
Dalam menyalurkan beasiswa, pendampingan dan pembinaan kepada Peserta Program beasiswa dari LPMAK, Binterbusih juga bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Pegunungan Bintang dalam melakukan penyaluran beasiswa, pembinaan dan pendampingan kepada mahasiswa dan Pelajar asal Kabupaten Pegunungan Bintang yang sedang Studi di Jawa.

LKTD (Latihanan Kepemimpinan Tingkat Dasar)
Menunjang pencapaian kader pembangun muda asal Papua, melalui pelatihan kepemimpinan tingkat dasar yang meliputi pembelajaran dan kecakapan kemandirian, kepemimpinan yang bermoral, komunikatif dan demokratis dalam berorganisasi, untuk membangun masyarakat Papua.

LKTL (Latihan Kepemimpinan Tingkat Lanjut)
Menunjang pencapaian kader pembangun muda asal papua, melalui pelatihan kepemimpinan tingkat lanjut yang memiliki visi, misi, strategi dan mampu bekerjasama dengan semua orang yang berkehendak baik.

KEWIRAUSAHAAN
Membekali mahasiswa asal Papua dengan berbagai pemahaman dan ketrampilan wirausaha dan menumbuhkan wirausaha baru bagi mahasiswa asal Papua di Jawa dan Bali. Orientasi & Adaptasi Mahasiswa Baru Kegiatan ini memiliki tujuan agar mahasiswa baru belajar, menambah pengetahuan, memperkaya pengalaman, memperluas wawasan dan belajar mandiri sehingga dapat bersaing dalam era globalisasi dan bisa menjadi pemimpin yang mampu membangun tanah Papua tercinta.

Kesehatan Masayarakat (IMS-HIV/AIDS)
Program ini dilakukan atas kerjasama ASA-FHI dengan Binterbusih untuk memberikan pemahaman dan melakukan kampanye tentang bahaya IMS-HIV/AIDS, upayah yang harus dilakukan untuk menghindari bahaya IMS-HIV/AIDS bagi mahasiswa dan masyarakat Papua di Jawa dan Bali guna menekan perkembangan HIV/AIDS di tanah Papua. Program ini berlangsung sejak tahun 2005 dan berakhir pada tahun 2008.

Rabu, Mei 16, 2007

PROFIL BINTERBUSIH

VISI dan MISI
Mengadakan sejumlah upayah yang perlu demi kemajuan masyarakat dan pembangunan daerah Papua. Berusaha membina dan menyiapkan sejumlah kader pembangun muda usia, putra daerah Papua, terpelajar, bertagwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkesadaran serta berkepribadian nasional.

LATAR BELAKANG

Yayasan Binterbusih (Bina Teruna Bumi Cedrawasih) didirikan pada tanggal 12 Januari 1988, Binterbusih merupakan Yayasan yang bersifat social edukatif, independent terhadap semua kelompok politik, ekonomi social, budaya yang ada serta tidak bernaung dibawah idiologi politik manapun.
Pendirian Binterbusih diprakarsai oleh sejumlah rohaniwan muda asal Papua yang sedang melanjutkan studi di Yogyakarta, Bandung dan Jakarta diantaranya Bp. Teddy Kedeikoto, Bp. Karl Lukas Degey, Pastor Yonatan Fatem, Pastor Natalis Gobay. Mereka prihatian terhadap situasi mahasiswa Papua yang sedang melanjutkan studi di Jawa.
Pasra rohaniawan melihat bagaimana mahasiswa Papua harus berjuang untuk menyesuaikan diri dalam memenuhi kehidupan sehari-hari, apalagi dalam soal pembinaan diri masih sangat kurang.
Menyadari akan hal itu, bila menginginkan pembangunan Papua berhasil dan dinikmati oleh masyarakat Papua sendiri,maka mahasiswa Papua harus disiapkan dan dibina dengan baik, agar masyarakat Papua kelak dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan dan menikmati hasil pembangunan, tidak menjadi penonton didaerahnya.
Binterbusih selama 20 tahun menjalankan misinya untuk mendampingi pelajar dan mahasiswa asal Papua yang sedang menempuh studi di beberapa perguruan tinggi di Jawa dan Bali.selama kurun waktu tersebut telah banyak menyelenggarakan program untuk mempersiapkan generasi muda Papua menjadi kader pembangunan di daerahnya melalui pembinaan kepemimpinan, intelektualitas, spiritualitas, kewirausahaan, penanggulangan IMS-HIV/AIDS maupun beasiswa/bantuan studi
.