Tanpa terasa hari Natal pun kini datang lagi. Meski, baru memasuki Minggu pertama Desember, namun nuansa Natal itu sudah sangat kental.
Yayasan Bina Teruna Indonesia Bumi Cenderawasih
Bertansformasi Bersama Kami.
Bertransformasi Bersama Kami.
Bertranformasi Bersama Kami.
Bertransformasi Bersama Kami.
Bertransformasi Bersama Kami.
LEMBAGA Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) akan menghibahkan Asrama Putra dan Putri di Kaokanao, Distrik Mimika Barat, Kabupaten Mimika kepada Gereja Katolik Keuskupan Timika. Sebelumnya pengelolaan asrama-asrama tersebut dikerjasamakan dengan Gereja Katolik Keuskupan Timika, namun untuk pengelolaan lebih lanjut, LPMAK merasa perlu menyerahkan sepenuhnya kepada lembaga profesional. Salah satu lembaga yang dinilai matang dan memiliki segudang pengalaman dalam mengelola asrama adalah pihak Keuskupan Timika. Rencana penghibaan itu telah disetujui Badan Pengurus dan Badan Musyawarah (BP-BM) LPMAK dalam rapatnya pada Jumat (24/8) dan Sabtu (25/8) lalu. Sekretaris Eksekutif LPMAK, John Nakiaya mengatakan, dengan menghibahkan asrama-asrama tersebut kepada Keuskupan Timika maka LPMAK hanya akan menanggung biaya hidup dari penghuni asrama asal tujuh suku. Sedangkan operasional asrama sepenuhnya menjadi tanggungjawab Keuskupan Timika. Anggota BP-LPMAK, Leonard D Piry menilai keputusan menghibahkan asrama kepada Gereja Katolik merupakan langka yang tepat karena LPMAK tidak memiliki pengalaman mengurus asrama. Kendati demikian, menurut Leo, gereja juga dikasih otoritas untuk menindak anak anak yang nakal. “Kalau mereka langgar aturan, harus dikeluarkan dari asrama karena asrama merupakan tempat untuk mendidik calon-calon pemimpin masa depan,” tegas Leo. Hal senada dikatakan Mathias Katagame dan Yohanes Deikme. Kedua anggota BP-LPMAK itu menilai, kemampuan gereja dalam mengelola asrama tak diragukan lagi karena sudah terbukti selama puluhan tahun. Persoalan mendasar yang dihadapi gereja adalah masalah financial. “Kalau LPMAK akan mensubsidi asrama tersebut melalui pembiayaan terhadap anak-anak Kamoro dan Amungme serta lima suku lain yang tinggal di asrama, itu akan lebih baik lagi,” kata Mathias Katagame. Uskup Timika, Mgr John Philips Saklil,Pr menyambut baik dan menerima penghibaan Asrama Putra-Putri Kaokanao. Sehubungan hal itu, menurut Uskup John Philips perlu disepakati adanya Memorandum of Understanding (MoU) tentang pembayaran biaya asrama dan biaya pendidikan bagi anak-anak tujuh suku yang menghuni asrama tersebut. Animo tinggi Ketika berbicara tentang asrama, awalnya ada keraguan berbagai pihak terhadap kehadiran asrama yang dikelola oleh LPMAK bersama Keuskupan Timika. Salah satunya adalah Asrama Putra Salus Populi yang beralamat di Jln Kebon Siri Timika. Dalam perjalanan pengelolaan asrama tersebut, menurut Uskup Timika, animo masyarakat untuk memasukan anak ke asrama cukup tinggi. Hal itu terlihat dari kapasitas asrama yang tak lagi mampu menampung penghuni asrama. Jumlah anak tiap kamar yang mestinya empat orang membengkak menjadi delapan hingga sembilan anak. “Ini tidak memadai lagi tapi menjadi sebuah fakta bahwa animo masyarakat untuk memasukkan anaknya ke asrama cukup tinggi,” jelas Mgr John Philips pada pertemuan bersama Sekretaris Eksekutif LPMAK, John Nakiaya dan Kepala Biro Pendidikan, Emanuel Kemong belum lama ini. (thobias maturbongs) |
Dari kiri ke kanan: Dr. Nafsiah Mboi SpA, MPH; Pascalis Abner,SE (Moderator);Drh. Constan Karma; Dr. John ManangsangSemarang – Kasus HIV & AIDS di Papua pada beberapa bulan terus meningkat, menurut data kasus dari Dinas Kesehatan Provinsi Papua hingga Juni 2007 menunjukkan angka 3377 kasus (HIV = 1870 dan AIDS = 1507).Ancaman bahaya penyakit HIV dan AIDS bagi Papua yang jumlah penduduknya 1% dari jumlah penduduk Indonesia. Menjadi dasar Yayasan Binterbusih Bagian Kesehatan Masyarakat dan Ikatan Mahasiswa Pelajar Mahasiswa Papua Jogjakarta (IPMAP-Yohayakarta) bekerjasama menyelenggarakan SEMINAR NASIONAL HIV dan AIDS dengan thema : ”Memerangi HIV dan AIDS secara terpadu membebaskan Papua dari Kepunahan” di Gedung UC Universitas Gajah Mada Yogyakarta pada tanggal 21 September 2007.Hadir sebagai pembicara dalam seminar tersebut diantaranya Dr. Nafsiah Mboi SpA, MPH (Ketua KPAS Nasional), Drh. Kostan Karma (Ketua KPA Papua), Dr. John Manangsang (Anggota DPRP-Komisi E), Bpk. Dominggus Deda (FHI Papua), Siti Soltief (Manajer Kasus RSUD Dok. II Jayapura) dan Leni Dogopia (ODHA).Dalam Seminal tersebut terungkap bahwa penyebaran HIV dan AIDS di Papua tergambar seperti sebuah gunung es, yang terlihat hanya puncuknya, namun bongkahan gunung es-nya tidak terdektesi dan masyarakat secara umum rentan terhadap penularan HIV dan AIDS.
Jumlah ODHA hingga bulan juli 2007 sebanyak 3377 kasus masih bisa bertambah, hal ini didasari dari estimasi penyebaran ODHA tahun 2006 di papua adalah 29.000 orang, dan menyebar secara merata di hampir semua kota di Tanah Papua. Berikut gambaran estimasi distribusi ODHA di Papua pada tahun 2006.
Melihat situasi seperti langkah apa yang bisa kita lakukan sebagai tanggungjawab moral kita dalam menjaga kelangsungan hidup orang Papua. Setidaknya yang bisa kita lakukan mulai dari diri kita masing-masing untuk tidak melakukan seks bebas dengan berganti-ganti pasangan, jika melakukan hubungan seks baiknya menggunakan kondom tegas Dr. Nafsiah dan tetap setia pada pasangan hidup.Selain itu Sudah banyak pihak terlibat dalam usaha menekan jumlah HIV dan AIDS namun masiih belum menampakan hasil yang mengembirakan. Disamping itu dalam seminar terungkap juga bahwa telah banyak dana APBD dialokasikan untuk menanggulangi penyebaran HIV dan AIDS namun pada faktanya dana tersebut tidak pernah sampai pada lembaga yang ditunjuk untuk melakukan penangganan terhadap HIV dan AIDS seperti Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Papua. Hal itu disampaikan oleh Drh. Constan Karma seperti yang tergambarkan dalam bagan dibawah ini :Pada tahun 2004 dana APBD yang dialokasikan bagi penanggulangan HIV dan AIDS sebesar Rp. 3,093 miliar namun yang dikucurkan ke KPA untuk menjalankan program penanggulangan HIV dan AIDS hanya sebesar Rp. 1,402 miliar, untuk tahun 2005 dialokasikan sebesar 1,792 miliar namun realisasinya ke KPA sebesar Rp. 370 juta. Demikian pula pada tahun 2006 walau alokasi dana semakin besar Rp. 6.500 miliar namun realisasinya hanya 356 juta.Ini menunjukan bahwa semua pihak belum sungguh-sungguh dan serius dalam menanggulangi penyebaran HIV dan AIDS, masih bersifat konvensional, belum ada kerjasama yang baik antara Pemerintah Daerah, KPA, DPRP, LSM dan MAsyarakat walaupun situasi HIV dan AIDS sudah masuk dalam kategori EMERGENCY.Dengan demikian sudah selayaknya kita bangun solidaritas bersama guna menanggulangi penyebaran virus HIV dan AIDS di Papua secara terpadu.(roman)
VISI dan MISI
Mengadakan sejumlah upayah yang perlu demi kemajuan masyarakat dan pembangunan daerah Papua. Berusaha membina dan menyiapkan sejumlah kader pembangun muda usia, putra daerah Papua, terpelajar, bertagwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkesadaran serta berkepribadian nasional.
LATAR BELAKANG
Yayasan Binterbusih (Bina Teruna Bumi Cedrawasih) didirikan pada tanggal 12 Januari 1988, Binterbusih merupakan Yayasan yang bersifat social edukatif, independent terhadap semua kelompok politik, ekonomi social, budaya yang ada serta tidak bernaung dibawah idiologi politik manapun.
Pendirian Binterbusih diprakarsai oleh sejumlah rohaniwan muda asal Papua yang sedang melanjutkan studi di Yogyakarta, Bandung dan Jakarta diantaranya Bp. Teddy Kedeikoto, Bp. Karl Lukas Degey, Pastor Yonatan Fatem, Pastor Natalis Gobay. Mereka prihatian terhadap situasi mahasiswa Papua yang sedang melanjutkan studi di Jawa.
Pasra rohaniawan melihat bagaimana mahasiswa Papua harus berjuang untuk menyesuaikan diri dalam memenuhi kehidupan sehari-hari, apalagi dalam soal pembinaan diri masih sangat kurang.
Menyadari akan hal itu, bila menginginkan pembangunan Papua berhasil dan dinikmati oleh masyarakat Papua sendiri,maka mahasiswa Papua harus disiapkan dan dibina dengan baik, agar masyarakat Papua kelak dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan dan menikmati hasil pembangunan, tidak menjadi penonton didaerahnya.
Binterbusih selama 20 tahun menjalankan misinya untuk mendampingi pelajar dan mahasiswa asal Papua yang sedang menempuh studi di beberapa perguruan tinggi di Jawa dan Bali.selama kurun waktu tersebut telah banyak menyelenggarakan program untuk mempersiapkan generasi muda Papua menjadi kader pembangunan di daerahnya melalui pembinaan kepemimpinan, intelektualitas, spiritualitas, kewirausahaan, penanggulangan IMS-HIV/AIDS maupun beasiswa/bantuan studi.
LATAR BELAKANG Tanah Papua tanah yang kaya dengan budaya yang elok peninggalan leluhur yang unik, memiliki sumber daya alam yang luar...